Rabu, 23 Februari 2011

bentuk demokrasi modern di mesir

Upaya penggulingan pemerintahan di Mesir bukanlah yang pertama kali terjadi. Rakyat Mesir pernah melakukan penggulingan sebuah pemerintahan monarki yang bebentuk monarki konstitusional. Hal ini terjadi karena pada saat itu raja yang berkuasa bersifat otoriter dan tidak memihak kepada rakyat. Kemudian rakyat melakukan gerakan massa untuk memaksa raja itu untuk turun dari tahtanya. Rakyat menginginkan perubahan dari system pemerintahan monarki ke system pemerintahan republik yang di anggap lebih demokratis. Proses perubahan dan penggulingan kekuasaan di Mesir tidak dapat terlepas dari peranan militer yang kemudian mendukung pergerakan rakyat Mesir dan turut membantu menciptakan pemerintahan republik yang berlangsung hingga kini.

Hosni Mubarak merupakan Presiden yang terkenal dengan sifat tegas dan otoriter, di samping juga terkenal dengan sifatnya yang kontroversial. Selama masa kepemimpinannya berbagai aksi demonstrasi yang menentang pemerintahan selalu dilarang dan bahkan dilawan dengan sikap represif aparat keamanan. Sikap otoriter presiden juga ditunjukkan dengan adanya kontrol yang ketat terhadap media massa di Mesir. Selama 30 tahun masa kepemimpinannya, Hosni Mubarak telah berhasil membuat demokrasi semu, dimana pemilihan presiden hanya diisi satu kandidat tunggal. Keberadaan partai oposisi juga selalu berada di bawah bayang-bayang kekuasaan partai pemerintah.

Bentuk demokrasi semu yang diimplementasikan oleh Pemerintah Mesir membuat sistem pengawasan parlemen terhadap jalannya pemerintahan tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga memunculkan sikap sewenang-wenang pemerintah, buruknya birokrasi pemerintahan yang kental akan nuansa KKN, dan tidak terserapnya aspirasi dan kebutuhan rakyat.

Hal ini yang membuat rakyat gerah dan ingin menggulingkan pemerintahan Hosni Mubarak yang telah 30 tahun menjabat sebagai presiden yang otoriter dan kebijakan-kebijakan nya tidak pernah memihak kepada rakyat. Timbul lah gejolak demonstrasi yang berlangsung selama seminggu di Mesir. Terjadilah peristiwa bentrok massa pro dan kontra Hosni Mubarak yang terjadi di Lapangan Tahrir. Ketika mobarak menyatakan tidak akan munudr dari kursi kepresidenannya,massa yang kontra Mubarak terus melakukan aksi demonstrasinya dan kemudian dibalas dengan aksi serupa dari pendukung Mubarak. Ribuan pendukung Presiden Hosni Mubarak menyerang massa anti Mubarak dengan mengendarai kuda dan juga cambuk. Ini adalah perkembangan baru yang sungguh mencekam dan dalam suasana yang sangat panas itu, dua kubu saling lempar batu dan para demonstran menarik penyerangnya dari atas kuda.

Keberadaan massa Pro Presiden Hosni Mubarak yang menentang aksi massa demonstrasi dapat dilihat sebagai sebuah bentuk rekayasa pemerintah. Kejanggalan yang terjadi adalah ketika massa ini datang secara tiba-tiba dan ditandai dengan ditarik mundurnya aparat kepolisian secara tiba-tiba pula dari lapangan. Konspirasi Pemerintahan Hosni Mubarak makin tampak manakala aksi massa pro mendapat dukungan dari pihak militer Mesir. Jika sebelumnya militer tidak bertindak apapun dan menyatakan aksi demonstrasi legal, namun kemudian militer bertidak represif terhadap para demonstran yang menginginkan Mubarak turun dari kursi kepresidenan.
Dalam kasus revolusi anti-Mubarak, militer Mesir kembali berperan. Dewan Tertinggi Militer Mesir, Kamis (10/2) telah bertemu dan memutuskan ‘melindungi negara’. Sidang Dewan Tertinggi Militer dipimpin Menteri Pertahanan Hussein Tantawi. Setelah seminggu yang mencekam akhirnya presiden Hosni Mubarak menyatakan mundur dan di tandai dengan ketika sehari sebelum Mubarak munduk, militer menggelar sidang tanpa kehadiran Mubarak sebagai panglima tertinggi. Hal ini dinilai sebagai pertanda Mubarak mulai kehilangan kekuasaannya. Benar saja, Mubarak keesokan harinya mundur.
Rakyat Mesir baru saja merayakan kegembiraannya dengan lengsernya Hosni Mubarak, presiden yang telah menjabat selama 30 tahun. Sebuah fenomena yang menarik adalah Hosni Mubarak menyatakan mundur dan menyerahkan kekuasaan Mesir kepada Militer. Militer Mesir tidak memandang dirinya sebagai kelompok pelaksana modernisasi atau pencipta tertib politik, tetapi sebagai pengawal atau mungkin sebagai pemurni tatanan yang ada. Militer saat ini dibutuhkan di Mesir untuk stabilisasi keamanan dan ketertiban umum, serta mengawal demokrasi yang telah menang. Dewan Tertinggi Militer berjanji akan mengadakan pemilu yang adil dan demokratis di Mesir. Benarkah? Presiden AS Barack Obama sudah mengisyaratkan pentingnya demokrasi di Mesir, dengan menyatakan bahwa terlalu banyak rakyat Mesir yang tidak yakin pemerintahnya serius dalam melakukan transisi demokrasi. Tuntutan massa rakyat itu agar Mubarak mundur, sudah terpenuhi, namun prospek demokrasi di Mesir belum jelas. Musim semi demokrasi di Mesir masih misteri karena militer begitu krusial dan menonjol perannya, sementara civil society masih fragmentatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar